Jakarta — Kepala Operasi Damai Cartenz Brigjen. Pol. Dr. Faizal Ramadhani, S.Sos., S.I.K., M.H. menyampaikan bahwa situasi keamanan di Papua saat ini masih tergolong kondusif dan terkendali, meskipun terdapat sejumlah wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi akibat aktivitas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pernyataan ini disampaikan dalam forum silaturahmi bersama media di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
“Sampai saat ini situasi di Papua masih dalam kondisi kondusif. Memang ada dinamika dan kerawanan, tetapi seluruhnya masih dalam kendali kami,” ujar Kaops Damai Cartenz Brigjen. Pol. Dr. Faizal Ramadhani, S.Sos., S.I.K., M.H. didampingi Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz Kombes. Pol. Yusuf Sutejo, S.I.K., M.T. saat di hadapan awak media.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penanganan konflik dan keamanan di Papua tidak bisa dibebankan hanya kepada institusi Polri maupun TNI. Menurutnya, adalah bagian dari kebijakan nasional yang harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan.
“Polri tidak mungkin berdiri sendiri. Penanganan Papua harus menjadi kerja kolektif seluruh stakeholder. Ini menyangkut pendekatan keamanan, sosial, ekonomi, dan pembangunan,” ujarnya.
Dijelaskan Kaops Damai Cartenz, pihaknya memetakan aktivitas KKB tersebar di sekitar 14 kabupaten, dengan 11 kabupaten masuk dalam wilayah operasi aktif Satgas Damai Cartenz. Dari jumlah tersebut, 5 kabupaten teridentifikasi memiliki intensitas gangguan keamanan yang tinggi, terutama karena dominasi anggota KKB yang berasal dari kalangan anak muda dan milenial.
“Kelompok-kelompok ini banyak merekrut pemuda dengan berbagai alasan, tidak hanya karena ideologi Papua merdeka, tetapi juga karena faktor lain seperti minimnya lapangan kerja, kesenjangan pembangunan, dan keterbatasan akses terhadap kesejahteraan,” ungkapnya.
Selain KKB, aparat juga mengidentifikasi ancaman dari Kelompok Kriminal Politik (KKP) yang menyebarkan paham separatis melalui pendekatan ideologis dan intelektual.
“Kalau KKB menggunakan senjata, maka KKP menggunakan wacana politik dan ideologis. Mereka menyasar kesadaran intelektual, termasuk kepada mereka yang awalnya tidak simpati. Kalau ini tidak ditangani dengan serius, bisa menumbuhkan simpati baru dan itu jauh lebih berbahaya,” ujarnya.
Kaops Damai Cartenz juga mengungkapkan bahwa senjata yang digunakan KKB berasal dari tiga sumber utama: pembelian dari dalam dan luar negeri, hasil perampasan, serta distribusi dari jaringan gelap lokal. Bahkan, kelompok tersebut diketahui menjalin koneksi dengan penyelundup dari Filipina dan Papua Nugini.
“Tiap tahun kami ungkap jaringan penyalur senjata. Pada Maret lalu kami tangkap pelaku yang menguasai 12 pucuk senjata api dan hampir 4.000 butir amunisi. Mereka membeli, menyelundupkan, bahkan memanfaatkan celah di perbatasan dan jalur laut,” jelasnya.
Ia menambahkan, Polri terus berupaya memutus mata rantai distribusi senjata, termasuk dengan pengawasan jaringan lintas wilayah hingga ke Sulawesi Utara dan kawasan perbatasan internasional.
Terkait pendanaan, disebutkan bahwa KKB memperoleh dana dari berbagai sumber, termasuk aksi kriminal dan penyalahgunaan dana desa. Ada indikasi mereka memaksa kepala desa maupun kepala distrik untuk menyerahkan sejumlah uang.
“Kami sudah melakukan penangkapan terhadap beberapa kepala desa dan kepala distrik yang terbukti menyerahkan dana kepada kelompok ini. Dana itu digunakan untuk membeli senjata dan membiayai operasional mereka,” katanya.
Di sisi lain, medan geografis Papua disebut menjadi tantangan besar dalam pemberantasan KKB. Wilayah yang luas, akses terbatas, serta minimnya infrastruktur memperlambat pergerakan dan jangkauan operasi aparat.
“Wilayah Papua itu 2-4 kali lipat lebih besar dari Pulau Jawa. Infrastruktur minim, cuaca ekstrem, dan tantangan logistik memperberat semua proses,” ungkapnya.
Lebih dari itu, ia menekankan bahwa penyelesaian konflik Papua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan perubahan paradigma. Tidak bisa hanya mengandalkan operasi keamanan semata, tetapi juga perlu penanganan sosial, ekonomi, dan ideologis secara serempak.
“Permasalahannya bukan cuma senjata. Ada ketimpangan, ada keterbatasan, ada luka sejarah. Maka penyelesaiannya harus berbasis paradigma yang baru—komprehensif, tidak bisa parsial. Kalau belum satu pemahaman, sulit bicara strategi teknis jangka panjang,” pungkas Kaops Damai Cartenz.